Senin, 16 April 2012

zat aditif makanan

1 komentar
This is my task, wish you can learn it :D
Zat Aditif yang terkandung dalam Bahan Makanan
Setiap hari kita memerlukan makanan untuk mendapatkan energi (karbohidrat dan lemak) dan untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan sel-sel yang rusak (protein). Selain itu, kita juga memerlukan makanan sebagai sumber zat penunjang dan pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral, dan air.
Sehat tidaknya suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna, kelezatan, aroma, atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang diperlukan oleh tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu macam atau lebih zat yang diperlukan oleh tubuh. Setiap hari, kita perlu mengonsumsi makanan yang beragam agar semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh terpenuhi. Hal ini dikarenakan belum tentu satu jenis makanan mengandung semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh setiap hari.
Supaya orang tertarik untuk memakan suatu makanan, seringkali kita perlu menambahkan bahan-bahan tambahan ke dalam makanan yang kita olah. Bisa kita perkirakan bahwa seseorang tentu tidak akan punya selera untuk memakan sayur sop yang tidak digarami atau bubur kacang hijau yang tidak memakai gula. Dalam hal ini, garam dan gula termasuk bahan tambahan. Keduanya termasuk jenis zat aditif makanan.
Zat aditif bukan hanya garam dan gula saja, tetapi masih banyak bahan-bahan kimia lain.
Zat aditif makanan ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan gizi, menjaga makanan agar tidak cepat busuk, dan lain.
Bahan yang tergolong dalam zat aditif makanan haru dapat:
1.                  membuat makanan lebih tahan lama atau tidak cepat busuk.
2.                  Memperbaiki atau mempertahankan nilai gizi.
3.                  Memperbaiki penampilan makanan.
4.                  Menambah cita rasa.
Zat-zat aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan pada saat proses pengolahan makanan berlangsung, tetapi juga termasuk zat-zat yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan. Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat pengolahan, pengemasan, atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai. Zat aditif makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.   zat aditif alami
yang berasal dari sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat;
2.   zat aditif sintetik
dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat.
Berdasarkan fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Zat aditif dalam produk makanan biasanya dicantumkan pada kemasannya.
1.      Zat Pewarna
Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yang biasa digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah:
a. Zat pewarna alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati, dan warna kuning merah dari wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia.
b. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia.
Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna. Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan minuman.
Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna kelompok ini cocok untuk mewarnai produkproduk yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung lemak dan minyak.
2. Zat Pemanis
Zat pemanis berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan minuman. Zat pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Zat pemanis alami. Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren. Selain itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari buahbuahan dan madu. Zat pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengonsumsi pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan. Orang-orang yang sudah gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan atau minuman yang mengandung pemanis alami terlalu tinggi.
b. Zat pemanis buatan atau sintetik. Pemanis buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak berfungsi sebagai sumber energi. Oleh karena itu, orang-orang yang memiliki penyakit kencing manis (diabetes melitus) biasanya mengonsumsi pemanis sintetik sebagai pengganti pemanis alami. Contoh pemanis sintetik, yaitu sakarin, natrium siklamat, magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam dan dulsin. Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan pemanis alami. Garam-garam siklamat memiliki kemanisan 30 kali lebih tinggi dibandingkan kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan kalsium dari sakarin memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan dengan kemanisan sukrosa 10%.
Walaupun pemanis buatan memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami, kita perlu menghindari konsumsi yang berlebihan karena dapat memberikan efek samping bagi kesehatan. Misalnya, penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan rasa makanan terasa pahit juga merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung kemih. Contoh lain, garam-garam siklamat pada proses metabolisme dalam tubuh dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina yang bersifat karsinogenik (senyawa yang dapat menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat juga dapat memberikan efek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan terutama pada pembentukan zat dalam sel.
3. Zat Pengawet
Ada sejumlah cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan atau diminum walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan cara menambahkan
zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan dan minuman. Zat pengawet adalah zat-zat yang sengaja ditambahkan pada bahan makanan dan minuman agar makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah, atau melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk atau terkena bakteri/ jamur. Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan dan minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau minuman yang dikemas dan dijual di toko-toko atau supermarket biasanya tercantum tanggal kadaluarsanya, tanggal yang menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman tersebut masih dapat dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan.
Seperti halnya zat pewarna dan pemanis, zat pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat pengawet alami dan zat pengawet buatan.
a. Zat pengawet alami berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai untuk mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan.
b. zat pengawet sintetik atau buatan merupakan hasil sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat dipakai sebagai pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium propionat dipakai untuk mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat, asam sitrat, dan asam tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat-zat tersebut, ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau senyawa nitrat yang berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang dimaksud, di antaranya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan benda-benda, seperti mayat atau binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet formalin untuk mengawetkan makanan, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya dapat menimbulkan risiko kesehatan. Selain formalin, ada juga pengawet yang tidak boleh dipergunakan
untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud adalah pengawet boraks. Pengawet ini bersifat desinfektan atau efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba penyebab membusuknya makanan serta dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga lebih kenyal. Boraks hanya boleh dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti dalam pembuatan gelas, industri kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi kesehatan, di antaranya:
a. gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati dan kulit
b. gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat
c. terjadinya komplikasi pada otak dan hati
d. menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
Walaupun tersedia zat pengawet sintetik yang digunakan sebagai zat aditif makanan, di negara maju banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang memakai pengawet sintetik. Hal ini telah mendorong perkembangan ilmu dan teknologi pengawetan makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat kimia, misalnya dengan menggunakan sinar ultra violet (UV), ozon, atau pemanasan pada suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat sehingga makanan dapat disterilkan tanpa merusak kualitas makanan.
4. Zat Penyedap Cita Rasa
Di Indonesia terdapat begitu banyak ragam rempah-rempah yang dipakai untuk meningkatkan cita rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai, laos, kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam rempah-rempah ini merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda dan Portugis tempo dulu ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur dengan makanan saat diolah, dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan.
Selain zat penyedap cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil sintesis bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil sintesis:
a. oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicampur dengan zat  penyedap ini.
b. etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada makanan.
c. amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang.
d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan terasa dan beraroma seperti buah apel.
Selain zat penyedap rasa dan aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat pula zat penyedap rasa yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu penyedap rasa monosodium glutamat (MSG). Zat ini tidak berasa, tetapi jika sudah ditambahkan pada makanan maka akan menghasilkan rasa yang sedap. Penggunaan MSG yang berlebihan telah menyebabkan “Chinese restaurant syndrome” yaitu suatu gangguan kesehatan di mana kepala terasa pusing dan berdenyut. Bagi yang menyukai zat penyedap ini tak perlu khawatir dulu. Kecurigaan ini masih bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba menghindari untuk mengonsumsinya, sudah tersedia sejumlah merk makanan yang mencantumkan label “tidak mengandung MSG” dalam kemasannya.
Tips-tips
Seringkali suatu zat aditif
, khususnya yang bersifat alami memiliki lebih dari satu fungsi. Contohnya, gula alami biasa dipakai sebagai zat aditif pada pembuatan daging dendeng. Gula alami tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemanis, tetapi juga berfungsi sebagai pengawet. Contoh lain adalah daun pandan yang dapat berfungsi sebagai pemberi warna pada makanan sekaligus memberikan rasa dan aroma khas pada makanan.
Untuk penggunaan zat-zat aditif, umumnya tidak terdapat batasan mengenai jumlah yang boleh dikonsumsi perharinya. Untuk zat-zat aditif sintetik, terdapat aturan penggunaannya yang telah ditetapkan sesuai Acceptable Daily Intake (ADI) atau jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang diperbolehkan dan aman bagi kesehatan. Jika kita mengonsumsinya melebihi ambang batas maka dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan. Jika kita mengidentifikasi zat aditif yang dipakai dalam makanan/minuman, lihatlah kemasan pada makanan/minuman tersebut.

Paragonimus westermani

1 komentar

Trematoda
Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya. Fase daur hidup tersebut adalah sebagai berikut:
Telur---meracidium---sporocyst---redia---cercaria—metacercaria---cacing dewasa.

Genus dari trematoda
(1)  Schistosoma
(2)  Paragonimus
(3)  Clonorchis
(4)  Echinostoma

Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sebagai berikut:
1)    Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum
2)    Trematoda paru: Paragonimus westermani
3)    Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. ilocanum
4)    Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantic .

Paragonimus westermani
Pertama ditemukan berparasit pada harimau Bengali di kebon binatang di Eropa tahun 1878. Pada dua tahun kemudian infeksi cacing ini pada manusia dilaporkan di Formosa. Ditemukan cacing pada organ paru-paru, otak dan viscera pada orang di Jepang, Korea dan Filipina. Sekarang parasit ini telah menyebar ke India Barat, New Guenia, Salomon, Samoa, Afrika Barat, Peru, Colombia dan Venezuela. Paragonimiasis termasuk dalam penyakit zoonosis. Paragonimus westermani merupakan Trematoda paru-paru yang mempunyai beberapa nama lain, yaitu:
·         The Lung Fluke
·         Distoma wetermani
·         Paragonimus ringeri
Trematoda paru jenis ini menyebar didaerah Asia Timur, antara lain RRC, Jepang, Korea, Taiwan, juga ditemukan di Indonesia, Filiphina, Vietnam, India, Afrika dan Amerika.
Species-species yang lain adalah:
·         Paragonimus africanus  (Afrika)
·         Paragonimus mexicanus (Mexico dan Amerika Latin)
·         Paragonimus uterobilateralis (Nigeria)
·         Paragonimus kellicotti (Jepang)
HOSPES
Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing
Hospes perantara I : Keong air tawar/ siput (Melania/Semisulcospira sp)
Hospes perantara II : Ketam / kepiting
HABITAT: Di jaringan paru-paru

PENYAKIT:  Paragonimiasis

MORFOLOGI:
Telur:
Telur berukuran 80-120 x 50-60 mikron
Bentuk oval
Memiliki operculum khas yang berdinding tebal
Berwarna kuning kecoklatan
Berisi sel-sel ovum yang belum matang

Cacing dewasa:
Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daunberukuran 7 – 12 x 4 – 6 mm dengan ketebalan tubuhnya antara 3 – 5 mm.
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.Uterus pendek berkelok-kelok.Testis bercabang, berjumlah 2 buah.
Ovarium berlobus terletak di atas testis.
Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan.

SIKLUS HIDUP
Telur dikeluarkan bersama feses . Telur yang masuk dalam air akan menetas mirasidium akan keluar dan mencari hospes perantara pertama yaitu keong air (siput Bulinus / Semisulcospira). Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista dan kemudian menjadi redia. Redia akan menghasilkan serkaria. Serkaria akan akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes perantara ke-2, yiatu ketam/kepiting. Setelah masuk ke tubuh kepiting, serkaria akan melepaskan ekornya dan membentuk kista (metaserkaria.) didalam kulit di bawah sisik. Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi kepiting yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang.Metaserkaria akan mengalami proses ekskistasi di duodenum dan keluarlah larva. Larva menembus dinding usus halus rongga perut diafragma menuju paru –paru.

                                                                                                                                               
CARA INFEKSI:
Manusia dapat terinfeksi oleh Paragonimus westermani karena memakan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria.

PATOLOGI dan GEJALA KLINIK:
Penyakit akibat infeksi cacing ini dinamaan Paraginiasis. Selama invasi hanya memberi sedikit gangguan. Cacing dewasa dapat memberi gangguan di:
Paru-paru:
§  Berupa kerusakan jaringan
§  Tampak juga infiltrasi sel jaringan
§  Reaksi jaringan membentuk kapsul fibrotik (kista), di dalamnya terdapat cacing dan juga telur, jika kista ini berada di bronchus maka akan dapat pecah. Gejala mula-mula batuk kering, kemudian batuk darah.
Ektopik infeksi:
Telur-telur yang berada di jaringan organ merupakan pusat dari pseudo tuberculosis (TB palsu).
·         Di otak = gejala cerebral (epilepsi)
·         Di usus = abses dengan gejala diare
·         Di jaringan otot = ulcersa
·         Di hepar, dinding usus, pulmo, otot, testis, otak, peritoneum, pleura terdapat bentuk kista
DIAGNOSA: 
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-kadang telur juga di temukan dalam tinja.

PENGOBATAN:
Klorokuin 0,75 gr/hari sampai 40gr bhitional.

PENCEGAHAN:
Tidak memakan ikan/kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara sempurna sehingga tidak terinfeksi oleh metaserkaria yang ada dalam ikan/kepiting tersebut.
           
                                                                                                                         
Cacing dewasa Paragonimus westermani
 
metaserkaria












Telur                                                    

Semut

1 komentar


KLASIFIKASI SEMUT
Kingdom              : Animalia
Filum    
                : Artropoda
Kelas    
                : Insekta
Ordo     
                : Hymenoptera
Upaordo              : Apokrita
Superfamili
         : Vespoidea
Famili   
                : Formicidae
MORFOLOGI SEMUT











 Secara khas, semut mempunyai tiga bagian tubuh yang jelas, yaitu:
a.       kepala,
b.      mesosoma/thorax
c.       metosoma/gaster.
Umumnya, ruas mesosoma pertama atau dua ruas mesosoma depan (yang berhubungan dengan toraks) lebih kecil dari pada yang lainnya sehingga tampak seperti pinggang. Ruas mesosomka basal yang kecil ini disebut pedisel atau petiol, biasanya mempunyai satu atau dua tonjolan yang disebut node, sedang ruas bagian belakangnya disebut metasoma/gaster. Kepalanya terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena yang membentuk siku (elbowed) dan kadang-kadang mempunyai oseli. Memiliki sting (bagi betina) yang berfungsi sebagai alat sengat. Sayapnya (bila ada) bening (membranus), dan sayap depan lebih luas dan panjang dari pada sayap belakang.
CARA HIDUP
 Semut adalah serangga sosial yang hidupnya dalam sarang yang lebih kurang bersifat permanen. Hidupnya dengan membentuk koloni. Ukuran koloni sangat bervariasi dan kebanyakan lokasinya di dalam tanah, kayu, dan diantara batu-batuan.
LINGKAR HIDUP SEMUT
Individu semut mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembangannya. Telurnya sangat kecil dan berwarna putih seperti susu.Larva yang baru menetas berwarna putih seperti ulat dengan kepala menyempit ke arah depan. Larva pertama kali ini diberi makan oleh yang dewasa, larva generasi berikutnya diberi makan oleh pekerja. Setelah cukup makan dan beberapa kali molting (menyilih) akan berubah menjadi pupa. Pupa bentuknya seperti dewasa tetapi lebih lunak, berwarna putih krem, dan tidak aktif. Beberapa spesies, pupanya terselubung oleh kokon sutera.  Dewasa akan muncul dalam beberapa jam atau hari dan akan mengalami proses pengerasan dan penggelapan kutikula. Perkembangan dari stadium telur sampai menjadi dewasa berkisar 6 minggu lebih, tergantung spesies, tersedianya makanan, suhu, musim dan faktor lain.
               













ALL ABOUT ANT
Sebagai serangga sosial, semut hidup di dalam koloni yang terdiri atas banyak individu, dari jumlah ratusan hingga ribuan. Biasanya setiap koloni terdiri atas kelompok pekerja, pradewasa (larva dan pupa), ratu dan jantan. Tugas dan fungsi setiap individu ditentukan oleh sistem kasta  yang secara umum terdiri atas individu reproduktif (ratu) dan nonreproduktif (pekerja) seperti berikut ini:
  1. Jantan. Semut dewasa bersayap. Tugas utamanya adalah untuk kawin dengan yang betina. Proses kawin terjadi di dalam sarang (di tanah), atau bahkan di udara (swarming).
  2. Betina (Ratu). Kasta ini mempunyai tubuh yang paling besar. Betina ini memulai hidupnya sebagai serangga bersayap, tetapi sayap segera dijatuhkan setelah kawin. Secara normal betina kawin hanya sekali, dan dia akan memulai merawat keturunannya. Beberapa spesies hanya mempunyai satu betina reproduktif (ratu), sedangkan lainnya bisa banyak. Biasanya betina bisa hidup lebih dari 15 tahun.
  3. Pekerja. Kasta ini terdiri atas betina steril tanpa sayap. Kelompok ini mempunyai anggota terbanyak. Tugasnya merawat dan membuat sarang, memberi makan larva dan kasta lain, merawat telur, mempertahankan koloni dari musuh dan lain-lain. Beberapa spesies mempunyai bentuk pekerja yang berbeda-beda. Pekerja besar dengan kepala yang berkembang baik seringkali disebut prajurit. Pekerja kebanyakan hidup tidak lebih dari satu tahun.

PERANAN SEMUT DALAM KESEHATAN
 Selain sebagai pengganggu (nuisance) di dalam dan di sekitar gedung, semut juga berpotensi menularkan penyakit pada manusia dan hewan.